Penulis: Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi (Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZ Peduli Dakwah)
Nishab Hewan Ternak
Rincian Nishab Hewan Ternak Adalah
Nishab unta adalah:
- Memiliki 5 ekor unta hingga 9 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor kambing,
- Memiliki 10 ekor unta hingga 14 ekor unta, wajib mengeluarkan 2 ekor kambing,
- Memiliki 15 ekor unta hingga 19 ekor unta, wajib mengeluarkan 3 ekor kambing,
- Memiliki 20 ekor unta hingga 24 ekor unta, wajib mengeluarkan 4 ekor kambing,
- Memiliki 25 ekor unta hingga 35 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor bintu makhâdh (unta betina yang telah genap berusia setahun dan telah menginjak umur kedua),
- Memiliki 36 ekor unta hingga 45 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor bintu labûn (unta betina yang telah genap berusia dua tahun dan telah menginjak umur ketiga),
- Memiliki 46 ekor unta hingga 60 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor hiqqah (unta betina yang telah genap berusia tiga tahun dan telah menginjak umur keempat),
- Memiliki 61 ekor unta hingga 75 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor jadza’ah (unta betina yang telah genap berusia empat tahun dan telah menginjak umur keempat),
- Memiliki 76 ekor unta hingga 90 ekor unta, wajib mengeluarkan 2 ekor bintu labûn,
- Memiliki 91 ekor unta hingga 120 ekor unta, wajib mengeluarkan 2 ekor hiqqah,
- Memiliki 121 ekor unta dan seterusnya:
- wajib mengeluarkan 1 ekor bintu labûn (unta betina yang telah genap berusia dua tahun dan telah menginjak umur ketiga) pada setiap kepemilikan berkelipatan 40 ekor,
- wajib mengeluarkan 1 ekor hiqqah (unta betina yang telah genap berusia tiga tahun dan telah menginjak umur keempat) pada setiap kepemilikan berkelipatan 50 ekor.
Contoh:
- Memiliki 121 ekor unta, wajib mengeluarkan 3 ekor bintu labûn (40 ekor + 40 ekor + 40 ekor + 1 ekor)
- Memiliki 135 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor hiqqah dan 2 ekor bintu labûn (50 ekor + 40 ekor + 40 ekor + 5 ekor)
- Memiliki 147 ekor unta, wajib mengeluarkan 2 ekor hiqqah dan 1 ekor bintu labûn (50 ekor + 50 ekor + 40 ekor + 7 ekor)
- Memiliki 150 ekor unta, wajib mengeluarkan 3 ekor hiqqah (50 ekor + 50 ekor + 50 ekor)
- Memiliki 160 ekor unta, wajib mengeluarkan 4 ekor bintu labûn (40 ekor + 40 ekor + 40 ekor + 40 ekor)
- Memiliki 170 ekor unta, wajib mengeluarkan 1 ekor hiqqah dan 4 ekor bintu labûn (50 ekor + 40 ekor + 40 ekor + 40 ekor)
- Memiliki 180 ekor unta, wajib mengeluarkan 2 ekor hiqqah dan 2 ekor bintu labûn (50 ekor + 50 ekor + 40 ekor + 40 ekor)
- Memiliki 190 ekor unta, wajib mengeluarkan 3 ekor hiqqah dan 1 ekor bintu labûn (50 ekor + 50 ekor + 50 ekor + 40 ekor)
- Adapun kepemilikan 200 ekor, seseorang bisa memilih hal yang termudah baginya: mengeluarkan 4 ekor hiqqah atau 5 ekor bintu labûn, meskipun para ulama berbeda pendapat tentang pilihan tersebut.
Ketentuan ini berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ dari Anas bin Mâlik رضي الله عنه yang telah berlalu, dan para ulama bersepakat dengan ketentuan ini.
Nishab sapi adalah:
- Memiliki 30 ekor hingga 39 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor tabî’/tabî’ah (sapi jantan atau betina yang telah genap berusia setahun dan telah menginjak umur kedua),
- Memiliki 40 ekor hingga 59 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor musinnah (sapi betina yang telah genap berusia dua tahun dan telah menginjak umur ketiga)
- Memiliki 60 ekor hingga 69 ekor, wajib mengeluarkan 2 ekor tabî’/tabî’ah,
- Memiliki 70 ekor hingga 79 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor tabî’/tabî’ah dan 1 ekor musinnah,
- Memiliki 80 ekor hingga 89 ekor, wajib mengeluarkan 2 ekor musinnah,
- Memiliki 90 ekor hingga 99 ekor, wajib mengeluarkan 3 ekor tabî’/tabî’ah,
- Memiliki 100 ekor hingga 109 ekor, wajib mengeluarkan 2 ekor tabî’/tabî’ah dan 1 ekor musinnah,
- Memiliki 110 ekor hingga 119 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor tabî’/tabî’ah dan 2 ekor musinnah,
- Adapun kepemilikan 120 ekor, seseorang bisa memilih untuk mengeluarkan 4 ekor tabî’ atau 3 ekor musinnah (semisal dengan nishab unta yang telah dijelaskan sebelumnya),
- Setiap kepemilikan berkelipatan 30 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor tabî’ atau tabî’ah,
- Setiap kepemilikan berkelipatan 40 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor musinnah.
Ketentuan ini adalah hal yang para ulama sepakati dan diterangkan dalam hadits Mu’âdz bin Jabal رضي الله عنه,
لَمَّا بَعَثَهُ رَسُولُ اللَّهِ ` إِلَى الْيَمَنِ أَمَرَهُ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلاَثِينَ مِنَ الْبَقَرِ تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً
“Tatkala Rasulullah ` mengutus (Mu’âdz) ke Yaman, beliau memerintah (Mu’âdz) untuk memungut (zakat) sebanyak seekor tabî’ atau tabî’ah dari setiap (kepemilikan) berkelipatan tiga puluh ekor sapi, dan (memungut zakat) sebanyak seekor musinnah dari setiap (kepemilikan) berkelipatan empat puluh ekor (sapi) ….”
Nishab kambing adalah:
- Memiliki 40 ekor hingga 120 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor kambing,
- Memiliki 121 ekor hingga 200 ekor, wajib mengeluarkan 2 ekor kambing,
- Memiliki 201 ekor hingga 399 ekor, wajib mengeluarkan 3 ekor kambing,
- Memiliki 400 ekor hingga 499 ekor, wajib mengeluarkan 4 ekor kambing,
- Memiliki 500 ekor hingga 599 ekor, wajib mengeluarkan 5 ekor kambing,
- Demikian seterusnya hingga, untuk kepemilikan lebih dari 300 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor untuk setiap kelipatan 100 ekor,
Ketentuan ini adalah hal yang para ulama sepakati dan diterangkan dalam hadits Anas bin Malik رضي الله عنه yang telah berlalu.
ada beberapa ketentuan tambahan berkaitan dengan zakat unta.
Hal tersebut diterangkan dalam dua riwayat lain dari hadits Anas bin Malik.
مَنْ بَلَغَتْ عِنْدَهُ مِنَ الإِبِلِ صَدَقَةُ الْجَذَعَةِ ، وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ جَذَعَةٌ وَعِنْدَهُ حِقَّةٌ ، فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ الْحِقَّةُ وَيَجْعَلُ مَعَهَا شَاتَيْنِ إِنِ اسْتَيْسَرَتَا لَهُ أَوْ عِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَمَنْ بَلَغَتْ عِنْدَهُ صَدَقَةُ الْحِقَّةِ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ الْحِقَّةُ وَعِنْدَهُ الْجَذَعَةُ ، فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ الْجَذَعَةُ ، وَيُعْطِيهِ الْمُصَدِّقُ عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ ، وَمَنْ بَلَغَتْ عِنْدَهُ صَدَقَةُ الْحِقَّةِ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ إِلاَّ بِنْتُ لَبُونٍ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ بِنْتُ لَبُونٍ ، وَيُعْطِى شَاتَيْنِ أَوْ عِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَمَنْ بَلَغَتْ صَدَقَتُهُ بِنْتَ لَبُونٍ وَعِنْدَهُ حِقَّةٌ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ الْحِقَّةُ وَيُعْطِيهِ الْمُصَدِّقُ عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ ، وَمَنْ بَلَغَتْ صَدَقَتُهُ بِنْتَ لَبُونٍ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ وَعِنْدَهُ بِنْتُ مَخَاضٍ ، فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ بِنْتُ مَخَاضٍ وَيُعْطِى مَعَهَا عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ
“Barang siapa yang kepemilikan untanya mencapai (kewajiban) zakat berupa jadza’ah, sedang dia tidak memiliki jaza’ah, (tetapi) memiliki hiqqah, (hiqqah) tersebut diterima darinya dan, bersama dengan (seekor hiqqah) itu, ditambah dua ekor kambing -jika memudahkan baginya- atau dua puluh dirham. Barang siapa yang kepemilikan (untanya) mencapai (kewajiban) zakat berupa hiqqah, sedang dia tidak memiliki hiqqah, (tetapi) memiliki jaza’ah, (jaza’ah) diterima darinya dan pemungut zakat memberi dua puluh dirham atau dua ekor kambing. Barang siapa yang kepemilikan (untanya) mencapai (kewajiban) zakat berupa hiqqah, sedang dia tidak memiliki, kecuali bintu labûn, (bintu labûn) tersebut diterima darinya dan dia memberi dua ekor kambing atau dua puluh dirham. Barang siapa yang kepemilikan (untanya) mencapai (kewajiban) zakat berupa bintu labûn, (tetapi) dia memiliki hiqqah, (hiqqah) tersebut diterima darinya dan pemungut zakat memberi dua puluh dirham atau dua ekor kambing. Barang siapa yang kepemilikan (untanya) mencapai (kewajiban) zakat berupa bintu labûn, sedang dia tidak memiliki (bintu labûn), (tetapi) memiliki bintu makhâdh, (bintu makhâdh) tersebut diterima darinya dan, bersama dengan (bintu makhâdh) itu, dia memberi dua puluh dirham atau dua ekor kambing.”
وَمَنْ بَلَغَتْ صَدَقَتُهُ بِنْتَ مَخَاضٍ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ وَعِنْدَهُ بِنْتُ لَبُونٍ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ ، وَيُعْطِيهِ الْمُصَدِّقُ عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ بِنْتُ مَخَاضٍ عَلَى وَجْهِهَا ، وَعِنْدَهُ ابْنُ لَبُونٍ فَإِنَّهُ يُقْبَلُ مِنْهُ وَلَيْسَ مَعَهُ شَىْءٌ
“Barang siapa yang kepemilikan (untanya) mencapai (kewajiban) zakat berupa bintu makhâdh, sedang dia tidak memiliki (bintu makhâdh), (tetapi) memiliki bintu labûn, (bintu labûn) tersebut diterima darinya dan pemungut zakat memberi dua puluh dirham atau dua ekor kambing. Kalau dia tidak memiliki bintu makhâdh sebagaimana yang ditentukan, tetapi memiliki ibnu labûn, (ibnu labûn) itu diterima darinya dan tiada (tambahan) apapun bersama dengan (ibnu labûn) itu.”
Dua riwayat di atas menunjukkan beberapa pelajaran:
- Zakat yang dikeluarkan hanyalah unta betina. Tidak sah mengeluarkan unta jantan, kecuali ibnu labûn (unta jantan yang telah genap berusia dua tahun dan telah menginjak umur ketiga) sebagai pengganti bintu makhâdh.
- Saat tidak memiliki unta yang wajib dia keluarkan, seseorang boleh mengeluarkan unta yang lebih muda setahun daripada unta yang diwajibkan terhadapnya dengan membayar tambahan sebanyak dua ekor kambing atau dua puluh Demikian pula sebaliknya, seseorang boleh mengeluarkan unta yang lebih tua setahun daripada unta yang diwajibkan terhadapnya dengan mengambil bayaran, dari pemerintah yang memungut zakat, berupa dua ekor kambing atau dua puluh dirham sebagai pengganti.
- Kalau seseorang wajib mengeluarkan zakat berupa bintu makhâdh, sedang dia tidak memiliki, kecuali ibnu labûn, ibnu labûn dianggap cukup dan setara dengan bintu makhâdh, serta tidak ada tambahan apapun dalam hal ini.
- Ketentuan-ketentuan di atas menunjukkan bahwa syariat Islam menjaga nilai dari zakat unta yang dikeluarkan sesuai dengan jenis unta yang dimiliki. Bila memiliki unta-unta gemuk, seseorang seharusnya mengeluarkan unta gemuk. Bila memiliki unta ‘irâb, seseorang seharusnya mengeluarkan unta ‘irâb dan tidak mengeluarkan unta bakhâti, kecuali yang senilai dengan unta ‘irâb itu.
- Pembahasan tentang penukaran dan penyebutan tambahan hanyalah berlaku pada zakat unta saja, tidak berlaku pada zakat sapi dan zakat kambing, karena nash hadits hanya menjelaskan pada zakat unta saja. Selain itu, pada sapi dan kambing, tidak ada perbedaan yang mencolok dalam harga dan nilainya.
Pada dasarnya zakat hewan ternak yang dikeluarkan adalah berupa hewan ternak betina.
Penyebutan ternak betina sangat tampak pada riwayat-riwayat yang telah disebutkan. Namun, pada sebagian riwayat hadits Anas, terdapat pembolehan untuk mengganti hewan betina itu dengan hewan jantan. Tentunya, penggantian berupa hewan jantan, saat hewan betina tidak ditemukan, sejalan dengan maksud pensyariatan zakat yang bersifat memberi santunan dan kedermawanan sehingga seseorang tidak dituntut untuk mengeluarkan zakatnya di luar dari harta yang dia miliki. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman,
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian.” [At-Taghâbun: 16]
Para ulama menyimpulkan beberapa keadaan ternak jantan yang dianggap sah sebagai pembayaran zakat:
- Tabî’ pada sapi yang telah mencapai kelipatan 30 ekor[1].
- Ibnu labûn saat seorang tidak memiliki bintu makhâdh[2].
- Apabila seluruh hewan ternaknya adalah jantan, tentu dia hanya mengeluarkan hewan
- Kambing jantan dipungut sebagai zakat bila pemungut zakat memandang ada mashlahat dalam hal tersebut[3].
Seseorang boleh mengeluarkan zakat berupa hewan ternak yang lebih baik daripada hewan yang diwajibkan baginya, seperti seseorang yang wajib mengeluarkan bintu labûn, tetapi dia mengeluarkan hiqqah atau jaza’ah.
Pembolehan hal ini berdasarkan hadits Ubay bin Ka’b z tentang shahabat yang mengeluarkan zakat berupa unta besar yang lebih baik daripada bintu makhâdh yang diwajibkan terhadapnya. Rasulullah ` bersabda,
ذَاكَ الَّذِى عَلَيْكَ فَإِنْ تَطَوَّعْتَ بِخَيْرٍ آجَرَكَ اللَّهُ فِيهِ وَقَبِلْنَاهُ مِنْكَ
“(Bintu makhâdh) itulah yang diwajibkan terhadapmu. Jika engkau berbuat yang lebih baik, Allah akan memberi pahala untukmu dalam hal tersebut, dan kami akan menerima hal tersebut darimu.”
Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang kondisi hewan ternak yang dikeluarkan sebagai zakat.
Hadits tersebut adalah riwayat lain dalam hadits Anas z tentang surat yang Abu Bakr Ash-Shiddiq رضي الله عنه tulis,
وَلاَ يُخْرَجُ فِى الصَّدَقَةِ هَرِمَةٌ ، وَلاَ ذَاتُ عَوَارٍ ، وَلاَ تَيْسٌ ، إِلاَّ مَا شَاءَ الْمُصَدِّقُ
“Tidak boleh mengeluarkan zakat berupa kambing tua, tidak pula berupa kambing cacat. Tidak pula berupa kambing jantan, kecuali pemungut zakat menghendaki (jenis) itu.”
Pada hadits lain, dari Abdullah bin Mu’âwiyah Al-Ghâdhiry رضي الله عنه, Nabi ` bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ فَعَلَهُنَّ فَقَدْ طَعِمَ طَعْمَ الإِيمَانِ مَنْ عَبَدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَأَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَعْطَى زَكَاةَ مَالِهِ طَيِّبَةً بِهَا نَفْسُهُ رَافِدَةً عَلَيْهِ كُلَّ عَامٍ وَلاَ يُعْطِى الْهَرِمَةَ وَلاَ الدَّرِنَةَ وَلاَ الْمَرِيضَةَ وَلاَ الشَّرَطَ اللَّئِيمَةَ وَلَكِنْ مِنْ وَسَطِ أَمْوَالِكُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَسْأَلْكُمْ خَيْرَهُ وَلَمْ يَأْمُرْكُمْ بِشَرِّهِ
“Tiga perkara yang, barang siapa yang mengerjakan perkara itu, sungguh dia telah merasakan nikmatnya keimanan: Orang-orang yang beribadah kepada Allah semata dan (bersaksi) bahwa sesungguhnya tidak ada yang berhak diibadahi, kecuali Allah, orang-orang yang mengeluarkan zakatnya setiap tahun dengan jiwa yang senang lagi penuh dorongan dan tidak mengeluarkan (zakat berupa) hewan yang sangat tua, hewan yang berkudis, hewan yang sakit, tidak pula harta rendahan, tetapi berupa harta kalian yang pertengahan karena Allah tidak meminta yang terbaik kepada kalian, tidak pula memerintah dengan hal terjelek.”
Juga hadits Wâ`il bin Hujr رضي الله عنه bahwa beliau bertutur,
أَنَّ النَّبِىَّ ` بَعَثَ سَاعِيًا فَأَتَى رَجُلاً فَأَتَاهُ فَصِيلاً مَخْلُولاً فَقَالَ النَّبِىُّ ` بَعَثْنَا مُصَدِّقَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنَّ فُلاَنًا أَعْطَاهُ فَصِيلاً مَخْلُولاً اللَّهُمَّ لاَ تُبَارِكْ فِيهِ وَلاَ فِى إِبِلِهِ . فَبَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ فَجَاءَ بِنَاقَةٍ حَسْنَاءَ فَقَالَ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِلَى نَبِيِّهِ `. فَقَالَ النَّبِىُّ ` اللَّهُمَّ بَارِكْ فِيهِ وَفِى إِبِلِهِ »
“Sesungguhnya Nabi ` mengutus seorang pemungut zakat. (Utusan tersebut) mendatangi seorang lelaki maka (lelaki) tersebut memberi seekor anak hewan ternak yang kurus kepada (utusan) itu. Nabi ` bersabda, ‘Kami telah mengutus pemungut zakat Allah dan rasul-Nya, sedangkan si Fulan memberi seekor anak hewan ternak yang kurus kepada (utusan) itu. Ya Allah, janganlah engkau memberkahi orang tersebut, jangan pula (memberkahi) unta-untanya.’ (Sabda Nabi n tersebut) sampai kepada orang itu maka dia datang membawa unta yang sangat elok seraya berkata, ‘Saya bertaubat kepada Allah U dan kepada Nabi-Nya `.’ Nabi ` pun bersabda, ‘Ya Allah, berkahilah dia dan (berkahilah) unta-untanya.’.”
Juga telah berlalu hadits Mu’âdz bin Jabal رضي الله عنه,
فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“… Dan berhati-hatilah terhadap harta yang mereka sayangi, dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang dizhalimi karena tidak ada perantara antara (doa) itu dan Allah.”
Dari hadits-hadits di atas, tersimpul bahwa hewan ternak yang dikeluarkan sebagai zakat adalah:
- Bukan yang kurus.
- Bukan yang sakit.
- Bukan yang kudis.
- jenis pertengahan, bukan jenis yang sangat mahal lagi dicintai oleh pemiliknya bukan pula jenis
Umur hewan ternak zakat
Hadits tentang zakat unta dan zakat sapi telah menjelaskan secara rinci ketentuan umur unta dan sapi zakat sebagaimana pembahasan yang telah berlalu. Adapun kambing umur jadza’ (minimal berumur enam bulan) cukup untuk domba atau umur tsani (minimal berumur setahun) untuk yang bukan domba. Hal ini dipetik dari ketentuan umum seputar bahîmatul an’âm pada banyak pembahasan fiqih. Wallâhu A’lam.
Syarat-syarat hewan zakat.
Dari beberapa pembahasan di atas, tersimpul bahwa hewan zakat harus memenuhi beberapa persyaratan:
- Telah cukup umur. Ketentuan seputar umur unta, sapi, dan kambing zakat telah dijelaskan.
- Berupa hewan betina. Telah dijelaskan, pemberlakuan ketentuan ini dan keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan hewan jantan diperbolehkan sebagai zakat.
- Tidak memiliki aib, kecuali bila seluruh hewan ternak yang seseorang miliki mempunyai aib.
- Berupa jenis pertengahan di antara hewan ternak yang dia miliki, bukan jenis terbaik bukan pula yang terjelek.
BACA JUGA: Manfaat Zakat dan Hikmah Pensyariatannya
Tidak ada zakat pada al-waqash.
Al-waqash adalah jarak antara dua batas kewajiban pada nishab hewan ternak, seperti antara 40 ekor hingga 120 ekor kambing dikeluarkan seekor kambing, dan antara 121 ekor hingga 200 ekor dikeluarkan 2 ekor kambing. Jumlah antara 40 dan 121 yaitu 80 ekor disebut sebagai waqash.
Ini adalah pendapat kebanyakan ulama berdasarkan hadits-hadits yang telah berlalu (tentang nishab zakat hewan ternak) yang tidak menyebutkan adanya zakat pada al-waqash tersebut. Wallâhu A’lam.
Perihal percampuran kepemilikan (khulthah).
Dasar tentang pembahasan percampuran kepemilikan hewan adalah hadits Anas bin Malik z tentang surat Abu Bakr Ash-Shiddiq z yang berkaitan dengan kewajiban zakat,
وَمَا كَانَ مِنْ خَلِيطَيْنِ فَإِنَّهُمَا يَتَرَاجَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ
“Dan (terhadap hewan ternak) yang berasal dari dua pemilik yang mencampur kepemilikannya, keduanya saling membagi antara mereka berdua secara seimbang.”
Pada riwayat lain disebutkan,
وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ ، وَلاَ يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ ، خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ
“Hal yang terpisah tidaklah digabung dan hal yang tergabung tidak boleh dipisahkan. (Hal ini) karena kekhawatiran akan (perhitungan) shadaqah (zakat).”
Dua riwayat di atas menunjukkan beberapa kandungan fiqih:
- pembolehan berserikat dalam kepemilikan harta, baik berupa hewan ternak maupun selainnya.
- percampuran kepemilikan hewan ternak mengharuskan pemilik-pemiliknya untuk saling menanggung kewajiban zakat secara adil dan seimbang. Contohnya adalah dua orang yang berserikat dalam kepemilikan 140 ekor kambing, yang masing-masing memiliki jatah sebanyak 70 ekor kambing. Ketika kepemilikan 140 ekor kambing tersebut telah mencapai kewajiban zakat, yaitu zakat sejumlah dua ekor kambing, tiap-tiap pemilik sama-sama menanggung sebanyak seekor kambing.
- pihak yang telah berserikat dalam kepemilikan hewan ternak tidak boleh memisahkan hewan ternaknya untuk menghindar dari kewajiban zakat atau untuk mengurangi kewajiban zakat. Contohnya adalah dua orang yang berserikat dalam kepemilikan 40 ekor kambing. Seharusnya harta mereka telah terkena kewajiban zakat berupa seekor kambing, tetapi untuk menghindari kewajiban tersebut, kambing mereka berdua dibagi menjadi 20 ekor dan 20 ekor agar tidak dianggap mencapai nishab. Contoh lain adalah dua orang yang berserikat dalam kepemilikan 202 ekor kambing. Seharusnya harta mereka telah terkena kewajiban zakat berupa 3 ekor kambing, tetapi untuk mengurangi kewajiban tersebut, kambing mereka berdua dibagi menjadi 101 ekor dan 101 ekor agar masing-masing hanya menanggung zakat sejumlah seekor kambing saja.
- sebaliknya pula, seseorang yang bersendirian dalam kepemilikan tidak boleh berserikat untuk mengurangi kewajiban zakat. Contohnay adalah tiga orang yang masing-masing memiliki 40 ekor kambing. Seharusnya, harta masing-masing telah terkena kewajiban zakat berupa seekor kambing sehingga total kambing yang mereka keluarkan adalah tiga ekor. Akan tetapi, untuk mengurangi kewajiban tersebut, kambing-kambing mereka digabung menjadi satu sehingga berjumlah 120 ekor. Dengan demikian, mereka bertiga hanya menanggung zakat sebanyak seekor kambing saja.
Perlu diketahui bahwa percampuran kepemilikan hewan ternak ada dua jenis:
- Pertama, percampuran kepemilikan karena mempunyai hak yang sama (khulthah a’yân). Misalnya, dua orang ahli waris mendapatkan warisan berupa 80 ekor kambing (tiap-tiap ahli waris mendapatkan 40 ekor). Dalam hal ini, kedua ahli waris tersebut mempunyai hak yang sama terhadap 80 ekor kambing. Oleh karena itu, keduanya hanya mengeluarkan zakat sebanyak 1 ekor kambing (bukan 2 ekor) dari 80 ekor kambing yang dimiliki, meskipun masing-masing memiliki 40 ekor kambing.
- Kedua, percampuran kepemilikan karena perserikatan (khulthah awshâf). Misalnya, ada dua orang yang masing-masing memiliki 40 ekor kambing. Dua orang tersebut memutuskan untuk berserikat dan menggabung kambing-kambing mereka sehingga berjumlah 80 ekor. Dalam hal ini, keduanya juga hanya mengeluarkan zakat sebanyak 1 ekor kambing (bukan 2 ekor) dari 80 ekor kambing yang dimiliki, meskipun masing-masing memiliki 40 ekor kambing.
Namun, para ulama menjelaskan bahwa suatu kepemilikan dikatakan bercampur (dianggap sebagai khulthah) apabila memenuhi lima syarat:
- Pertama, harta tersebut adalah hewan ternak yang digembalakan. Adapun terhadap harta yang bukan hewan ternak, padanya tidak berlaku hukum khulthah yang telah diterangkan.
- Kedua, pihak-pihak yang kepemilikannya bercampur merupakan orang-orang yang memenuhi syarat kewajiban zakat. Oleh karena itu, bila seseorang berserikat dengan seorang kafir, hukum yang diterangkan tidak berlaku kepadanya.
- Ketiga, hewan ternak tersebut telah mencapai nishab.
- Keempat, hewan ternak tersebut berserikat pada enam perkara: pada tempat pemerahan susu, pejantan, tempat pergi, tempat penggembalaan, tempat tidur, dan pada seorang pengembala yang sama.
- Kelima, hewan ternak tersebut bergabung sepanjang tahun.
Lima syarat di atas sebagiannya telah dimaklumi berdasarkan hadits-hadits yang telah diterangkan, sementara sebagian lain adalah ketentuan yang para ulama simpulkan dari makna yang merupakan kebiasan manusia dan dari makna bahasa. Wallâhu A’lam.
[1] Hadits yang menjelaskannya telah berlalu.
[2] Hadits yang menjelaskannya telah berlalu.
[3] Penjelasan haditsnya akan datang pada pembahasan berikutnya.