Golongan yang Berhak Menerima Zakat – Penulis: Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi (Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZ Peduli Dakwah)
Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Dasar pijakan dalam hal siapa yang berhak menerima zakat adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam Al-Qur`an Al-Karim,
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang hatinya dibujuk, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang Allah wajibkan, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At-Taubah: 60]
Ayat di atas, menjelaskan bahwa zakat hanya diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Adapun seperti membangun mesjid, memperbaiki jalanan, penyediaan kain kafan dari amalan-amalan kebaikan selain dari delapan golongan yang tertera dalam ayat, bukanlah golongan yang berhak menerima zakat.
Ibnu Qudamah t berkata, “Dan kami tidak mengetahui ada silang pendapat di kalangan orang-orang yang berilmu bahwa tidak boleh menyerahkan zakat ini kepada selain dari (delapan) golongan ini, kecuali hal yang diriwayatkan dari Anas dan Al-Hasan.”
Dari ayat di atas, juga bisa dipahami bahwa dalam penyaluran zakat, tidaklah mesti suatu zakat harus dibagi untuk seluruh dari delapan golongan, bahkan zakat itu boleh diberikan hanya untuk salah satu dari delapan golongan yang disebutkan. Hal ini dipertegas oleh sabda Nabi ﷺ,
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِى فُقَرَائِهِمْ
“… Bila mereka telah menaatimu dalam hal tersebut, terangkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shadaqah (zakat) kepada mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka kemudian dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka ….”
Hadits di atas hanya menyebutkan orang-orang fakir sebagai penerima zakat tanpa menyebutkan selainnya dari delapan golongan.
Adapun delapan Golongan yang Berhak Menerima Zakat yang disebut dalam ayat, rincian mereka adalah sebagai berikut,
Baca Juga: Zakat Emas dan Perak
Golongan Pertama dan Kedua: Orang Fakir dan Orang Miskin
Dalam ayat di atas, orang fakir dan orang miskin merupakan dua golongan yang berbeda. Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan kedua golongan ini. Banyak pembahasan dan tulisan berkaitan dengan pembedaan ini.
Kesimpulan yang bisa kami sebutkan di sini adalah:
- Dari sisi keperluan hidup, orang fakir lebih memerlukan bantuan daripada orang miskin. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa dalil, di antaranya adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin.”
Orang-orang yang fakir lebih didahulukan dalam penyebutan dari orang-orang miskin.
Juga firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,
لِلْفُقَرَاۤءِ الْمُهٰجِرِيْنَ الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا وَّيَنْصُرُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَۚ
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dan keridhaan dari Allah, serta mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” [Al-Hasyr: 8]
Menunjukkan bahwa kadang orang-orang yang fakir sama sekali tidak memiliki harta.
- para ulama dalam hal ini adalah bahwa, bila disebut secara bersamaan, kata fakir dan kata miskin memiliki makna yang berbeda, sedangkan, bila disebut secara terpisah, kedua kata tersebut bermakna sama. Hal ini semisal dengan penyebutan kata Islam dan kata iman sebagaimana di dalam hadits Jibril.
- Orang fakir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sesuatu yang mencukupi keperluan hidupnya, atau memiliki sesuatu, tetapi nilainya di bawah setengah dari standar keperluan hidupnya.
- Ditilik dari keumuman syariat serta dalil-dalil yang menjelaskan tentang bentuk pembagian zakat terhadap golongan ini, para ulama berpendapat bahwa orang fakir menerima zakat sebanyak hal yang mencukupi keperluannya selama setahun. Ukuran setahun tersebut berdasarkan perputaran haul zakat. Di antara keperluan orang fakir adalah rumah tinggal dan pakaian. Penuntut ilmu, yang sengaja tidak mencari nafkah guna berkonsentrasi dalam hal menuntut ilmu, juga tidaklah mengapa bila diberi zakat sekadar keperluannya (semisal kitab dan alat tulis) karena teranggap sebagai orang fakir, meskipun hal ini bukanlah kaidah umum mengingat bahwa kadang penuntut ilmu memiliki mata pencaharian guna mencukupi keperluan hidupnya. Dimaklumi bahwa Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim memperbolehkan seseorang untuk mengambil upah atau hadiah dari perlombaan yang bersifat ilmu, seperti musabaqah Al-Qur`an atau hafalan hadits, karena mengqiyaskan empat hal, yang lomba ini diadakan guna menciptakan kekuatan dalam diri kaum muslimin.
Kedua: Orang Miskin
Orang miskin adalah orang yang memiliki sejumlah harta, tetapi harta tersebut belum mencukupi keperluan hidupnya. Derajatnya dianggap lebih baik dibanding orang fakir, meski keperluan hidup keduanya belum tercukupi.
Ketiga: Amil Zakat
Amil zakat adalah orang yang bertugas untuk menerima, mengumpulkan, dan membagikan zakat. Namun, pembahasan dalam hal ini adalah siapa saja yang berhak untuk menjadi amil. Pada dasarnya, pihak yang berhak untuk menjadi amil adalah penguasa atau orang-orang yang diamanahkan oleh penguasa untuk menjadi amil. Oleh karena itu, zakat wajib diserahkan kepada penguasa atau orang yang diserahi amanah tersebut bila penguasa mewajibkan hal ini. Namun, bila penguasa tidak mewajibkan hal ini, pemberi zakat lebih afdhal untuk menyerahkan zakat secara langsung.
Bila telah mendapat upah atau gaji dari penguasa untuk mengurus zakat, amil tidak berhak lagi menerima zakat. Sebaliknya, bila tidak menerima upah atau gaji apapun, sang amil dapat menerima zakat sebatas keperluannya.
Keempat: Muallaf Guna Membujuk Hatinya
Kaum muslimin dan orang kafir termasuk ke dalam golongan ini. Kaum muslimin yang dimaksud adalah orang-orang yang baru memeluk Islam. Pada zaman dahulu, Rasulullah memberi zakat kepada muallaf tersebut agar mereka mengetahui dan merasakan perhatian, cinta, dan kasih sayang kaum muslimin lain kepada mereka, juga agar mereka makin kukuh dan kuat dalam memeluk Islam. Adapun kepada orang kafir, mereka boleh diberi zakat guna mengharapkan keislaman mereka, yang dapat memberi kebaikan bagi Islam dan kaum muslimin, atau guna keselamatan kaum muslimin bila mereka mengganggu kaum muslimin. Beranjak dari sini, berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhâry-Muslim, Rasulullah pernah memberi zakat kepada Akrâ` bin Hârits, salah seorang tokoh kaum kafir. Akrâ` berkata,
“Dahulu, wajah Nabi Muhammad adalah wajah yang paling saya benci. Namun, setelah itu beliau memberi seratus ekor unta kepadaku, lalu memberi lagi seratus ekor unta kepadaku, kemudian memberi lagi seratus ekor unta kepadaku maka akhirnya wajah beliau adalah wajah yang paling saya cintai di muka bumi.”
Demikianlah faedah dari pemberian Rasulullah mengingat bahwa Akrâ` adalah tokoh di tengah kaumnya yang, apabila Akrâ` memeluk Islam, pengikutnya juga akan memeluk Islam.
Kelima: Ar-Riqâb ‘Budak yang Ingin Memerdekakan Dirinya’
Secara bahasa, ar-riqâb bermakna orang yang lehernya terbelenggu. Budak ada dua macam:
Pertama, budak yang majikannya mewajibkan diam untuk membayar sejumlah uang agar bisa merdeka.
Kedua, budak yang majikannya mewajibkan dia untuk bekerja guna mendapatkan sejumlah hasil agar bisa bebas.
Berdasarkan kedua jenis budak di atas, zakat boleh diserahkan kepada budak agar budak tersebut dibebaskan.
Para ulama juga menyebutkan kondisi lain, yakni bahwa zakat boleh diserahkan untuk membebaskan tawanan yang disandera oleh musuh karena tawanan termasuk ke dalam golongan ar-riqâb.
Keenam: Al-Ghârimîn ‘Orang-Orang yang Berhutang’
Secara bahasa, al-ghârimîn bermakna orang-orang yang merugi atau bangkrut. Orang yang berhutang ada dua jenis:
Pertama, orang yang merugi karena dirinya sendiri. Golongan ini boleh menerima zakat.
Kedua, orang yang merugi karena orang lain, misalnya orang yang merugi karena usahanya dalam mendamaikan dua pihak yang berselisih tentang darah atau harta. Golongan ini juga boleh menerima zakat bila kerugian yang dia alami diniatkan untuk diganti dengan zakat. Namun, bila dia berniat untuk bersedekah melalui kerugian itu, kerugiannya tidak boleh ditebus dengan zakat.
Ketujuh: Fi Sabilillah (Orang yang Berperang di Jalan Allah)
Hai`ah Kibaril Ulama bersepakat bahwa yang dimaksud dengan fî sabîlillah adalah orang yang berperang di jala Allah. Golongan ini berhak menerima zakat. Adapun penafsiran fî sabîlillah secara umum, seperti orang yang membangun masjid atau orang yang berdakwah, ini bukanlah penafsiran yang diinginkan golongan seperti ini tidak berhak menerima zakat.
Kedelapan: Ibnu Sabil (Musafir)
Ibnu sabil adalah musafir (orang yang sedang melakukan perjalanan) yang perbekalannya telah habis. Golongan ini berhak menerima zakat sesuai keperluannya.
Demikian penjelasan seputar delapan golongan yang berhak untuk menerima zakat. Adapun yang tidak termasuk ke dalam golongan ini, mereka tidak berhak menerima zakat. Oleh karena itu, apabila memberi zakat kepada yang bukan salah satu dari kedelapan golongan tersebut, seseorang harus mengeluarkan zakat yang kedua kalinya.
Selain itu, terdapat beberapa pembahasan lain seputar penerima zakat, di antaranya adalah:
- Zakat tidak boleh diserahkan kepada keturunan Rasulullah.
- Suami tidak boleh menyerahkan zakat kepada istri, meskipun istrinya fakir, karena dialah yang bertanggung jawab untuk menafkahi istrinya.
- Seseorang tidak boleh memberi zakat kepada ayah, kakek, dan seterusnya (yang berada pada asal keturunannya) serta kepada anak, cucu, dan seterusnya (yang berada pada cabang keturunannya) sebab dia sendirilah yang memberi nafkah kepada ayah, anak, dan selainnya tatkala mereka membutuhkan.
- Zakat tidak boleh diserahkan kepada karib kerabat yang berada pada tanggungan seseorang.